CARI

22 November 2012

Mata Air Mata

Air menjatuhi helaian pertama rambut di kepalaku.
Lalu seperti prinsip air,
ia turun ke dahi, pundak dan seluruh badanku yang telanjang bulat.

Menggigil.

Air ini rasanya lebih dingin dari air kemarin.
Dinginnya menusuk-nusuk sampai tulang.
Menggetarkan badan, ujung-ujung jari dan telapak tangan yang keriput basah.
Herannya,

tidak dadaku.
Dadaku masih sangat hangat. Berdetak kencang.
Seperti dada pelari maraton lima belas kilo,
detaknya bergemuruh. Resah dan berkeringat. Hangat.

Mengapa ia tidak ikut mengigil?.

Hei dada, apa kamu mati rasa?.

Ku siram-siram kembali dada ini dengan centong kayu berisi air penuh.
Satu ciduk.
Dua ciduk.
Ia masih saja hangat.
Ku usap-usap, ku sapu-sapu dengan kedua telapak tangan.
Ia masih saja hangat.

Aku teringat kata Ibu.
( Dada akan terus hangat kalau mata air mata masih meluap )
Lantas ku cari sumber mata air itu.
Ku timbun dengan prasangka pilu, ku tutup dengan kesenangan masa lalu.
Dan suhu dadaku,

berangsur-angsur menjadi tidak hangat.
Aku bersyukur akhirnya ia sehat.
Mungkin besok atau dua hari lagi ia sudah kembali dingin dan membeku,

seperti es batu.

image from http://cdn8.staztic.com

No comments:

Post a Comment