CARI

23 January 2013

Sepatu Baru

Januari adalah musim penghujan, bulan yang merepotkan untuk sebagian orang. Tetapi pagi ini langitnya cukup cerah. Ibu-ibu menjadi riang karena cuciannya sejak kemarin dapat kering siang ini, bapak-bapak juga bersemangat bekerja lagi karena hujan tidak akan menghalangi mereka untuk membetulkan loteng yang bocor, membajak sawah, atau kembali berdagang ke pasar. Dan, anak-anak pun ceria lagi karena bisa keluar rumah, bermain dan bertemu kawan-kawannya.

Januari adalah musim penghujan, sekaligus awalan dari sebelas bulan yang berjejer dibelakangnya. Itu berarti gerbang sekolah mulai terbuka lebar dari libur panjang akhir tahun. Anak-anak berseragam putih-merah kembali memenuhi kelas-kelas, lapangan dan rumput-rumput disamping lapangan untuk memamerkan seragam dan sepatu baru mereka.

Tetapi, pada hari yang kebetulan cerah ini, ada seorang anak yang murung seharian. Namanya Bili. Bili sedih dan marah karena tidak juga dibelikan sepatu baru oleh ayahnya. Padahal anak-anak lain tidak hanya dibelikan sepatu, ada juga yang mengganti seragam serta tas dengan yang lebih bagus. "Ayah, aku kan sudah naik kelas dengan rapor yang bagus, liburan kemarin aku juga tidak nakal. Mengapa sepatuku belum juga baru?" begitu keluh Bili pada ayahnya. Ayahnya tidak bisa berkata apa-apa, hanya menjanjikan kepada Bili bahwa dia akan dibelikan sepatu baru setelah barang dagangannya laku dan mendapat uang lebih banyak lagi.
Bili tidak bisa terima, dia terus saja merengek minta dibelikan sepatu yang baru, dia menangis karena semua temannya di sekolah dibelikan sepatu baru oleh ayahnya. Bili malu dan minder, bagaimana kalau nanti di sekolah dia bertemu dengan semua temannya yang sedang menceritakan sepatu dan tas baru mereka yang dibeli pada toko bagus itu? Sedangkan sepatu lamanya sudah lusuh dan basah belepotan lumpur oleh air hujan kemarin. Sambil memukuli ayahnya Bili terus saja menangis, sang ayah yang tidak bisa berbuat apa-apa akhirnya membawa Bili untuk turut pergi ke pasar menemaninya berkerja, menjajakan kelapa dan buah pinang.

Di pasar Bili melihat banyak hal, sekaligus melewati toko sepatu yang membuat dia semakin sedih. Lalu disebrang jalan, di depan tempat ayahnya menjajakan barang jualan, diantara toko sepatu dan penjual lampu-lampu bekas antik itu, Bili melihat seorang lelaki tua. Kakek hampir botak yang sangat kurus dengan baju dekil, sedang duduk menengadahkan tangannya, menanti uluran tangan orang yang berlalu lalang untuk memberinya uang kecil. Kakek itu menyeret badan dengan tangan kirinya sedang tangan kanan diangkatnya untuk meminta-minta. "Mengapa dia tidak meminta uang sambil berjalan saja, kan lebih gampang. Apa dia tidak punya sepatu sepertiku?," pikir Bili.

Ternyata kakek itu tidak bisa berdiri, apalagi berjalan normal dengan sepatu. Kedua kaki kakek itu sudah tidak ada lagi. Lalu Bili berhenti menangis dan bersyukur karena sampai hari ini dia masih memiliki dua kaki yang lengkap dan sehat. Hari itu Bili mendapat pelajaran berharga dan berhenti memukuli ayahnya untuk minta dibelikan sepatu baru.

Terinspirasi dari kutipan penyair Persia, Muslihuddin Sa'di Shirazi (1184-1291):
I never complained of the vicissitudes of fortune, nor suffered my face to be overcast at the revolution of the heavens, except once, when my feet were bare, and I had not the means of obtaining shoes. I came to the chief of Kufah in a state of much dejection, and saw there a man who had no feet. I returned thanks to God and acknowledged his mercies, and endured my want of shoes with patience.

Saya penah mengutuk Tuhan atas ketidaksempurnaan hidup yang Dia berikan, dan sampai sekarangpun saya masih.
Saya pernah mengeluh berhari-hari dalam hati atas masalah pelik tanpa jalan keluar, dan sampai sekarangpun saya masih.
Saya juga sesungguhnya menjadi skeptis, sinis, dan angkuh melihat kelebihan orang lain atas kekurangan saya, kebahagiaan orang lain atas kepedihan saya, dan kegalauan sepele mereka yang rasanya tidak sebesar yang saya punya.
Saya masih.

Tetapi,
kadarnya menjadi berkurang ketika saya tahu ternyata masih ada orang yang hidupnya sangat tidak sempurna, jauh dari saya.
Masih ada orang yang masalahnya seperti labirin, lebih rumit dari saya. Dan,
Masih ada orang yang frustasi putus asa dan tidak tahu lagi musti berbuat apa, lebih galau dari saya.

Ternyata saya masih lebih beruntung

7 comments:

  1. pada ahirnya ketakwaan kan teh yg dilihat oleh Alloh,,, tp namanya jg manusia saya jg kurang sering untuk syukur.

    ReplyDelete
    Replies
    1. sayapun kurang bersyukur..
      makasih kunjungannya :)

      Delete
  2. blognya manis, semanis yang punya. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. kadang sepet juga kayak salak muda :D
      makasih mba cantik kunjungannya...

      Delete
  3. Dan hujan sering meninggalkan sebah cerita dan kenangan :D

    ReplyDelete