CARI

24 June 2014

Rambut Mallia



Mallia bukan anak yang menyebalkan sehingga semua teman-teman menjauhinya. Mallia adalah gadis istimewa dengan rambut lurus panjang tergerai sampai ke punggung. Mallia tidak pernah menggerutu mengapa hanya rambut dia yang berbeda. "Rambut yang lebat dan tebal adalah hadiah dari Tuhan," katanya meniru ucapan sang Mama. Dia tidak pernah mengeluh walau sekujur telapak tangannya sudah lebam semua dengan garis-garis luka layaknya teriris silet. Rambut Mallia sangat tajam.

Kalau melihatnya dengan sekilas, bentuk rambut Mallia tidak jauh beda dengan rambut orang kebanyakan. Berwarna hitam legam, agak kaku dan nampak bersinar, tetapi ketika diraba—jika tidak hati-hati dan merabanya dengan sangat cepat—maka ia bisa melukai. Seperti lembaran kertas yang baru saja di potong, pinggiran kertas yang tipis itu sangat mungkin mengiris tanganmu, bukan? Begitulah rambut malia.

Karena itu orang tua Mallia tidak pernah memotong rambut anaknya menjadi sangat pendek, takut-takut orang di dekatnya jadi mudah tertusuk oleh ujung rambutnya. Karena itu juga Malia tidak bisa memiliki adik. Mallia tidak lama-lama di dalam perut Ibunya. Sejak kandungan bulan pertama, Ibunya merasakan sesuatu yang geli menggelitik di bawah pusar dan makin lama rasa geli tadi makin menyiksa. Karena itu pulalah, ketika lahir, Ibunya memberi nama MalliĆ”, yang berarti rambut dalam bahasa Yunani.

"Kenapa kamu tidak main di dalam rumah saja? Lebih baik ketimbang cuma menonton yang lain bermain, kan?" lidahnya setajam rambut Mallia, namun hanya Salam dan sedikit sekali teman lain mau dan tidak takut meluangkan waktu lebih banyak untuk bercakap-cakap dengan Mallia.

"Aku sedang bosan. Semoga tidak mengganggumu. Aku sudah agak jauh dari lapangan, kan?" tanya Mallia meyakinkan.

"Ya, jangan dekat-dekat, nanti bolaku bisa terbelah jika kena kepalamu. Duduk-duduk saja di samping pohon itu." tunjuk Salam ke arah bangku kayu panjang di bawah pepohonan.

Mallia duduk tenang di bangku kesenangannya, letak bangku itu agak jauh dari mereka yang sedang berlarian mengejar bola, atau bermain galasing, kadang hompimpa, sehingga mereka menjadi tidak perlu was-was. Jika sedang keluar dan memperhatikan temannya bermain, Mallia sengaja untuk duduk berlama-lama sampai permainan selesai dan semua anak akan pulang ke rumahnya masing-masing. Mallia berharap ada yang mengajaknya untuk pulang bersama, Mallia berharap ada teman yang tidak tega membiarkan dirinya sendirian sampai senja tiba.

"Kamu sudah tanya belum, apa jenis kain untuk bantal tidurmu"

"Sudah. Ibu bilang tidak ada kain spesial yang dia pasang dibantalku, Ibu hanya memakai kain biasa yang dipasang berlapis-lapis agar tidak mudah sobek." begitu jawab Mallia atas pertanyaan yang diajukan oleh Salam ketika mereka di jalan menuju pulang.

"Heeem.. Bagaimana kalau kamu besok ikut aku ke pasar? Aku ingin mencari topi baru, habis itu kita bisa cari alas untuk kepalamu. Siapa tahu ada baja nganggur untuk kepala Iron Woman-mu." Kekeh Salam meledek.

"Kamu baik sekali!" Begitu haru Mallia.

Salam selalu menggerutu jika perkataan Mallia kadang membuatnya malu. "Aku hanya mengajakmu ke pasar. Jangan jadi besar kepala. Ini hal biasa!"

"Aku tidak tahu musti berbuat baik apa untuk membalasmu. Ibu selalu membalas kebaikan tetangga, jika Ibu diberi sedikit makanan maka Ibu akan memberi makanan lain juga."

"Tidak semua kebaikan perlu dibalas, Mallia... Tidak semua orang sama mampunya jika kamu berharap balasan kebaikan yang sama atas kebaikan yang sudah kamu berikan untuk orang lain. Lagipula aku tidak merasa mengajakmu ke pasar adalah sebuah kebaikan atau hutang yang perlu dibayar."

Sesampainya di pasar, Mallia senang melihat topi berjejeran beraneka warna dan bentuk, walau dalam hati dia berandai-andai jika ada topi yang tidak cepat rusak dia kenakan. Bapak tukang topi menyodorkan Mallia topi wol, bentuknya tidak seperti topi, lebih mirip bando yang menutupi setengah kepala. "Terima kasih, Pak. Tapi aku tidak bisa memakai topi. Topi bapak bisa rusak jika tergesek rambutku yang sedikit tajam ini."

"Ini bahannya wol, kamu tenang saja! Oh, tunggu.. Aku punya topi wol kualitas super, mahal memang tapi kuberi saja untukmu. Tidak ada yang mau membelinya apalagi menawar karena harganya ini!" Tunjuk Si Bapak penjual topi ke arah atas, tempat banyak topi rajut wol dipajang. Sudah banyak debunya.

Topi rajut berbahan wol itu bertahan cukup lama di kepala Mallia. Serat wol yang baik sangat tahan terhadap gesekan dan semakin rumit pilinan rajut maka semakin dia tidak mudah sobek. Mallia jadi mahir membuat rajutan. Dia sering membeli bahan apa saja ke pasar untuk dia rajut menjadi tutup kepala, bando, topi. Tidak hanya perhiasan rambut, Mallia juga belajar caranya membuat sovenir dari benang wol, alas bantal tidur, baju musim dingin, dan banyak pernak-pernik lain. Mallia bahkan mendatangi pabrik wol bulu domba asli agar mendapat kualitas bahan yang baik dengan harga yang murah. Sekarang Mallia terkenal bukan lagi karena rambutnya yang tajam, Mallia disebut-sebut orang sebagai gadis wol dan sering dicari orang untuk mendapatkan sovenirnya yang cantik-cantik. Pada tiap buah karyanya yang dia rasa sangat indah, Mallia selalu membuat coretan tangan kecil sebagai lambang kepuasannya. MalliĆ”

2 comments:

  1. Jadi pesannya apa ya? Ikhlas menerima kekurangan dan kelebihan kita? Ini target pembaca bukan anak-anak ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. aku bercerita aja, pesannya bebas diartikan pembaca. :D

      Delete